Skip to main content

#85 Aliran Rasa Komunikasi Produktif Bunda Sayang IIP

Marriage.com

Saya mengalami perbedaan dalam menjalankan komunikasi produktif dengan suami antara menggunakan gadget dan berbicara langsung. Kami menjalani pernikahan jarak jauh, dikarenakan suami bekerja di Papua sedangkan saya sedang hamil dan tinggal bersama mertua di Salatiga, Jawa Tengah. Perbedaan waktu dua jam antara Waktu Indonesia Timur dan Barat memberi tantangan tersendiri bagi kami berdua. Pagi-pagi buta pukul 04.30 WIT suami sudah berangkat bekerja, sedangkan di Salatiga masih pukul 02.30 WIB dimana saya masih tidur terlelap. Dari awal menjalin hubungan jarak jauh, kami bersepakat untuk saling memberi kabar di waktu sore hari, ketika suami sudah pulang kerja pukul 19.00-21.00 WIT (17.00-19.00 WIB). Alhamdulillah tidak ada masalah yang berarti ketika kami berkomunikasi. Jika ada miss communication pun kami segera meng-clear-kan masalah tersebut dengan segera. 

Setelah lima bulan sejak awal kami menikah, suami mengambil cuti di bulan februari 2017. Sejak kami berjauhan di bulan september 2016, suami belum pernah melihat langsung kondisi saya sedang hamil anak pertama kami. Saya tetap menjalankan komunikasi yang produktif ketika bertemu langsung dengan suami. Justru, bahan pembicaraan kami pun jauh lebih intensif dan berkualitas dibandingkan hanya sekedar berbagi cerita melalui telepon ataupun chatting whatsapp. 


Ketika kami mempunyai kualitas waktu untuk bertemu dan berdiskusi, saya betul-betul memanfaatkan waktu cuti suami untuk lebih sering bersama-sama. Mulai dari bangun pagi sampai tidur lagi di malam harinya. Topik pembicaraan kami pun bervariasi, dari sekedar gurauan, perdebatan, sampai kesepakatan. Maklum, ini merupakan pengalaman awal saya beradaptasi berkomunikasi dengan suami sebagai pasangan suami istri. Ada perbedaan sikap dan bahan obrolan ketika kami masih pacaran dan kini sudah menikah. Terkadang pengelolaan emosi pun masih terbawa masa-masa masih pacaran. Sehingga hal sepele bisa membuat intonasi saya dan suami naik satu oktaf. Namun saya segera menyadari dan meminta maaf terlebih dahulu agar tidak menjadi masalah yang berlarut-larut. 

Sikap dan sifat saya di akui oleh suami ada peningkatan lebih baik dari sebelumnya. Mungkin ini salah satu indikator keberhasilan saya menerapkan ilmu komunikasi produktif dari materi Bunda Sayang. Ketika saya menjalankan tantangan game level 1 pun suami mengapresiasi semangat saya belajar menjadi seorang istri dan ibu profesional. Saya menyadari masih banyak kekurangan yang ada dalam diri saya untuk membangun komunikasi yang jauh lebih produktif yang nantinya bisa dianggap berhasil bagi suami dan anak-anak saya. Namun atas dukungan suami dan motivasi dari diri saya sendiri membuat saya selalu optimis bahwa saya pasti bisa menjadi partner dan panutan untuk keluarga. 

Cara saya untuk tetap semangat menjalankan komunikasi yang produktif antara lain : Mulai menyadari bahwa mengedepankan logika akan jauh lebih meredam konflik dibandingkan dengan membawa-bawa perasaan yang terkesan egois. Saya memposisikan diri dalam setiap pembicaraan dan komunikasi dengan suami dari sudut pandang suami dan keluarga, hal ini agar membuat saya tidak sering baper (terbawa perasaan) ketika saya menemui hal-hal yang membuat komunikasi kami tidak produktif. Ini sebagai bahan intropeksi saya, bahwa dalam menyampaikan pesan mungkin ada cara atau kata-kata saya yang kurang tepat. 

Sejauh ini hasil dari belajar saya mempratikkan komunikasi produktif bisa diterima oleh suami dan keluarga. Saya bisa lebih membuka pikiran saya dan berani untuk mengutarakan hal-hal yang saya anggap benar dan baik untuk hubungan saya dengan suami dan juga keluarga. Kemudian saya lebih sering belajar menjadi seorang pendengar, mencoba menganalisa maksud yang disampaikan lawan bicara saya. Hal ini membuat saya tidak egois untuk menjadi pribadi yang selalu ingin di dengar saja. Tapi juga bisa menjadi seorang pendengar yang baik dan bijak. Bijak yang bagaimana? Memberikan saran jika diminta, dan mengambil pelajaran dari setiap komunikasi yang ada. 

Pinterest.com

Comments

Popular posts from this blog

#18 Exchange with AIESEC (part 2)

Untuk menjadi EP AIESEC UGM ada beberapa tahap yang harus saya lalui. Diantaranya : 1. Saya mengisi Formulir dan melengkapi persyaratan administrative  ( motivation letter , CV, Pas photo, surat izin dari Orang tua dan membayar fee pendaftaran). 2. FGD ( Forum Group Discussion )... Dalam proses FGD kami para calon EP dibentuk menjadi beberapa grup terdiri dari 6-7 tiap grupnya. Kami diberikan contoh suatu kasus dan mendiskusikannya dengan berbahasa Inggris dalam menyelesaikan kasus tersebut bersamaan waktu yang terbatas. 3. Setelah pengumuman seleksi FGD, calon EP yang lolos masuk ke tahap interview alias wawancara dengan LC ( Local Comittee ). Dengan diajukan beberapa pertanyaan tentang kepribadian, pengalaman, contoh kasus, dan bakat minat kebudayaan. 4. If you can make it through all three stages of the above then you are entitled to be the real EP! Congratulation. But...... jalan masih panjang sob. Berhasil melalui tahap administratif, FGD dan interview ...

#38 UII Golden (Global Student)

“Tomorrow, it might be your story” UII Golden  atau UII Global Student merupakan sebuah komunitas yang memberi peluang bagi para mahasiswa UII untuk mendapatkan pengalaman global sekaligus merasakan atmosfir akademis pergaulan mahasiswa internasional. Komunitas ini dirintis oleh International Program (IP) UII, lewat IP Promo Team, salah satu Divisi International Student’s Office. Komunitas ini mengajak para mahasiswa tersebut untuk berbagi pengalaman dan mendorong mahasiswa UII lainnya agar mengikuti langkah teman-teman yang sudah terlebih dahulu mempunyai pengalaman global.  Banyak manfaat yang akan diperoleh oleh anggota komunitas ini. Khususnya ilmu dan berbagi pengalaman belajar di luar negeri.  We embrace you to create your own experiences overseas.  # GOGLOBAL Kunjungi website  uiigolden.org  dan follow twitternya  www.twitter.com/uii_golden  

PROFIL PM X MASA PELATIHAN

Mustika Amalia Wardaty Mustika adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Lahir di Kabupaten Semarang, 7 Agustus 1991. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana manajemen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Di semester satu dan dua, Ia masih belum tertarik bergabung dengan organisasi yang ada di kampus. Karena Ia ingin fokus belajar di bidang akademik terlebih dahulu. Hasil dari proses belajarnya membuatnya meraih IPK 4.  Kemudian suatu hari Ia berdiskusi dengan seorang teman, Ia merasa bosan hanya dengan kuliah-pulang-kuliah-pulang. Mustika ingin mempunyai kegiatan kemahasiswaan, lalu Ia ditawari untuk menjadi Staf Divisi Kajian dan Riset Lembaga Eksekutif Mahasiswa FE UII tahun 2011. Setelah menjadi fungsionaris LEM FE UII, Mustika terpilih menjadi Mahasiswa Teladan Bridging Program FE UII tahun 2011. Bridging Program adalah Program Pembangunan Karakter di UII yang menjembatani masa transisi dari siswa SMA ke Mahasiswa di perguruan tinggi.  Seme...