Setelah menikah enam bulan yang
lalu, saya tinggal bersama mertua dan adik ipar di Salatiga. Hal ini adalah
kesepakatan saya dengan suami untuk sementara waktu. Mengingat saya sedang
hamil dan belum mempunyai tetangga di perumahan yang kami sempat tempati
sebulan awal pernikahan. Dari sabtu malam sampai selasa pagi (21 – 24 Januari
2017) saya menginap di rumah orang tua saya (di daerah Bringin, Kab.
Semarang). Sembari menengok Bapak yang baru tiba dari proyek pekerjaannya
di Jawa barat. Momen ini sekaligus kesempatan saya berkumpul dengan kakak-kakak
saya juga.
Selain berkumpul bersama keluarga,
kami bermusyawarah membahas tentang rencana pernikahan kakak perempuan saya
yang insha Allah akan di laksanakan bulan april mendatang. Sebagai keluarga pihak
perempuan, kami perlu berdiskusi dan mempersiapkannya dari jauh-jauh hari.
Beberapa waktu yang lalu, kakak perempuan saya mengalami kendala berkomunikasi
dengan Bapak karena kesibukan beliau di lokasi proyek. Sehingga mumpung ada kesempatan bertemu di rumah,
saya membantu memfasilitasi kakak untuk berbicara dengan Bapak secara detail.
Keesokan harinya Selasa, 24 Januari
2017 sekitar pukul 06.00 WIB, saya bersiap-siap kembali ke rumah mertua di
Domas, Salatiga. Sebelum berangkat saya menghubungi ayah mertua melalui
chat whatsapp/WA memberi kabar bahwa saya akan kembali ke rumah pada pukul
08.00 WIB dan mengurus perpanjangan STNK motor milik ayah mertua. Saya membutuhkan
KTP beliau untuk mengurusnya di Samsat Salatiga.
Ternyata saya terlambat satu jam. Saya
sampai di rumah sekitar pukul 09.00 WIB. Saat saya menelepon ayah mertua,
beliau sempat menyayangkan keterlambatan saya dengan intonasi nada kecewa
karena sempat menunggu saya dari jam 08.00 WIB. Beliau terburu-buru untuk pergi
karena ada undangan rapat di Dinas Pendidikan. Saya meminta maaf atas kejadian
tersebut. Pelajaran yang saya peroleh dari miss
communication antara saya dengan ayah mertua adalah harusnya saya
memberikan kabar kembali jika saya terlambat pulang, sehingga beliau tidak
perlu menunggu saya. Kemudian saya bisa langsung menghampiri beliau di Dinas
Pendidikan. Intinya adalah konfirmasi dan tidak berasumsi.
Kemudian di sore harinya saya video
call dengan suami yang bekerja di Papua melalui Skype. Saya memberitahu bahwa
mulai hari ini saya memasuki tantangan level 1 untuk kuliah tahapan bunda saying
di Ibu Profesional. Saya menjelaskan materi yang sedang di diskusikan
tentang Komunikasi Produktif. Komentar dari suami cukup singkat dan jelas, “Ya
sudah segera lakukan!” ucapnya. Suami selalu mendukung apa saja yang saya lakukan dan ikuti untuk meng-upgrade kapasitas diri demi menggali potensi saya menjalani peran baru sebagai istri dan calon ibu.
Obrolan kami berlanjut tentang rencana cuti suami di awal bulan februari. Hal ini membuat saya sangat senang karena saya sudah lebih dari lima bulan tidak bertemu. Di bulan februari nanti saya bisa lebih intensif berkomunikasi dengan suami secara langsung selama masa cutinya di rumah kami di Salatiga. Long Distance Marriage/LDM merupakan tantangan tersendiri bagi saya saat mengikuti perkuliahan di kelas Matrikulasi dan Bunda Sayang. Ketika saya ingin mengaplikasikan ilmu yang saya peroleh bersama suami secara langsung (eye contact), saya harus menggunakan media perantara teknologi gadget yang ada. Namun saya tetap bersyukur Alhamdulillah. Setidaknya saya masih tetap bisa mengusahakan membangun komunikasi yang produktif dengan kemajuan digital saat ini.
#komprod_T10H_day1_Mustika Amalia Wardaty_
#hari1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Comments
Post a Comment